Sebuah cuplikan tulisan mengenai Mas Timbul Raharjo yang ditulis oleh Wagu Fadliyati perlu kami beberkan terlebih dahulu untuk mengenal sosok Maestro Gerabah ini sebelum kami bocorkan apa yang kami perbincangkan dalam pertemuan singkat kami di Kasongan.
Ngobrol Bareng Mas Timbul Raharjo di Outlet Gerabahnya di Kasongan. |
Timbul Raharjo, Doktor Gerabah Dari Kasongan.
Timbul Raharjo (44) lahir di Bantul Yogyakarta, tepatnya di desa Kasongan yang sekarang terkenal sebagai daerah wisata gerabah. Sejak kecil, Timbul telah akrab dengan gerabah. “Waktu kecil saya bermainnya ya dengan lempung (tanah liat), dikepal-kepal membentuk sesuatu,” kenang Timbul. Sekarang pria yang berhasil meraih gelar doktor gerabah pada tahun 1996 ini adalah perajin sekaligus pengusaha gerabah
yang sukses. Produknya merambah ke mancanegara. Setiap bulan ada 3
(tiga) kontainer gerabah senilai Rp300 juta yang diekspornya. “Ekspor
gerabah seluruh Kasongan setiap bulan mencapai 40 kontainer, senilai
sekitar Rp4 miliar,”jelas pemilik 2 showroom gerabah dengan 100 karyawan ini.
Pada masa kejayaannya tahun 2000 – 2005, menurut Timbul, setiap bulannya ia bisa mengekspor gerabah sebanyak 10-15 kontainer dengan nilai sekitar Rp1 miliar. Pada saat itu, ia punya 4 buah showroom dan memperkerjakan 750 tenaga kerja. Namun gempa yang terjadi di Yogyakarta tahun 2006 membuat semuanya hancur. Tetapi dengan kerja keras, Timbul dapat bangkit kembali. Untuk menarik wisatawan dan para pebisnis gerabah, Timbul membangun showroom baru yang lebih luas. Showroom yang didirikan tahun 1996 ini diberi nama “Timboel Keramik”, tepatnya berlokasi di Kasongan, Tirto, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul Yogyakarta.
Gerabah yang dipajang di showroom Timbul merupakan gerabah seni atau yang dikenal sebagai keramik hias. Motif-motifnya disesuaikan dengan pesanan. “Kalau wisatawan lokal biasanya suka warna-warna cerah. Beda dengan wisatawan asing yang lebih suka warna-warna alami atau warna kusam seperti tanah liat,” jelasnya. Pada tahun 2000-an, lanjutnya, masyarakat Barat sedang menyukai patung yang memiliki nilai tradisi-spiritual, seperti patung Budha. Sampai sekarang patung Budha masih menjadi primadona Kasongan.
Desain Lebih Variatif
Banyaknya pedagang seni dari mancanegara yang datang, membuat variasi desain gerabah kasongan berkembang cukup pesat. Sebelumnya, Kasongan hanya membuat gerabah untuk keperluan dapur dengan desain sederhana, seperti kuwali, pengaron, kendil, anglo, cowek, dan sebagainya.
Teknik gores bergaya primitif maupun motif tumbuh-tumbuhan banyak diproduksi untuk Negara tujuan Australia, Korea Jepang, dan Kanada. Guci bulan bintang dan matahari banyak diminati oleh Eropa, Australia dan Kanada. Sebanyak 90% produk “Timboel Keramik” disediakan untuk kebutuhan ekspor, sementara 10% untuk kebutuhan lokal. Produknya yang termurah adalah suvenir seperti kalung, gelang, dll, dengan harga Rp5000. Harga paling tinggi untuk vas hias yang tingginya 2,25 m, dijual dengan harga Rp1.500.000.
Pada masa kejayaannya tahun 2000 – 2005, menurut Timbul, setiap bulannya ia bisa mengekspor gerabah sebanyak 10-15 kontainer dengan nilai sekitar Rp1 miliar. Pada saat itu, ia punya 4 buah showroom dan memperkerjakan 750 tenaga kerja. Namun gempa yang terjadi di Yogyakarta tahun 2006 membuat semuanya hancur. Tetapi dengan kerja keras, Timbul dapat bangkit kembali. Untuk menarik wisatawan dan para pebisnis gerabah, Timbul membangun showroom baru yang lebih luas. Showroom yang didirikan tahun 1996 ini diberi nama “Timboel Keramik”, tepatnya berlokasi di Kasongan, Tirto, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul Yogyakarta.
Gerabah yang dipajang di showroom Timbul merupakan gerabah seni atau yang dikenal sebagai keramik hias. Motif-motifnya disesuaikan dengan pesanan. “Kalau wisatawan lokal biasanya suka warna-warna cerah. Beda dengan wisatawan asing yang lebih suka warna-warna alami atau warna kusam seperti tanah liat,” jelasnya. Pada tahun 2000-an, lanjutnya, masyarakat Barat sedang menyukai patung yang memiliki nilai tradisi-spiritual, seperti patung Budha. Sampai sekarang patung Budha masih menjadi primadona Kasongan.
Desain Lebih Variatif
Banyaknya pedagang seni dari mancanegara yang datang, membuat variasi desain gerabah kasongan berkembang cukup pesat. Sebelumnya, Kasongan hanya membuat gerabah untuk keperluan dapur dengan desain sederhana, seperti kuwali, pengaron, kendil, anglo, cowek, dan sebagainya.
Teknik gores bergaya primitif maupun motif tumbuh-tumbuhan banyak diproduksi untuk Negara tujuan Australia, Korea Jepang, dan Kanada. Guci bulan bintang dan matahari banyak diminati oleh Eropa, Australia dan Kanada. Sebanyak 90% produk “Timboel Keramik” disediakan untuk kebutuhan ekspor, sementara 10% untuk kebutuhan lokal. Produknya yang termurah adalah suvenir seperti kalung, gelang, dll, dengan harga Rp5000. Harga paling tinggi untuk vas hias yang tingginya 2,25 m, dijual dengan harga Rp1.500.000.
Awal Usaha
Selepas sekolah Teknik Menengah (STM) I Yogyakarta pada tahun 1987,
Timbul melanjutkan kuliah di Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta
jurusan Kriya Logam, jurusan Keramik. Sejak di bangku kuliah, Timbul
telah memiliki jiwa wiraswasta. Pada saat itu, ia sudah merintis usaha
kecil-kecilan, yakni membuat suvenir pernikahan. Desain suvenirnya yang
selau baru disukai para konsumen dan membuat pesanannya semakin
meningkat. Hasilnya untuk biaya kuliah.
Tahun 1992, Timbul meraih gelar saarjana seni. Setahun kemudian dia diangkat sebagai dosen ISI Yogyakarta. Tahun 2000 menyelesaikan Program Magister dan tahun 2008 berhasil menamatkan Program Doktor di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Menjadi perajin gerabah sejak tahun 1996.
Tahun 2005 Timbul mendapat penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) perihal Gamelan Keramik pertama di Indonesia. “Tapi sekarang gamelannya sudah tidak ada, karena kena gempa, sudah hancur. Saya tidak membuat lagi karena biayanya mahal,” ceritanya. Tahun 2007 Timbul mendapat anugerah Upakarti dari Presiden Republik Indonesia, atas usahanya merintis Industri Kecil dan Menengah (IKM).
Tahun 1992, Timbul meraih gelar saarjana seni. Setahun kemudian dia diangkat sebagai dosen ISI Yogyakarta. Tahun 2000 menyelesaikan Program Magister dan tahun 2008 berhasil menamatkan Program Doktor di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Menjadi perajin gerabah sejak tahun 1996.
Tahun 2005 Timbul mendapat penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) perihal Gamelan Keramik pertama di Indonesia. “Tapi sekarang gamelannya sudah tidak ada, karena kena gempa, sudah hancur. Saya tidak membuat lagi karena biayanya mahal,” ceritanya. Tahun 2007 Timbul mendapat anugerah Upakarti dari Presiden Republik Indonesia, atas usahanya merintis Industri Kecil dan Menengah (IKM).
Daya Tarik Kasongan
Sentra seni kerajinan keramik Kasongan, sangat menarik untuk diteliti.
Kasongan yang dahulu tampak sepi, sederhana, dan terbelakang kini tampil
sebagai desa yang maju, sekaligus pengekspor seni kerajinan keramik ke
luar negeri. Lebih dari itu, Desa Kasongan kini sudah berubah menjadi
salah satu daerah tujuan wisata untuk berbelanja produk seni kerajinan
keramik.
Timbul pertanyaan, pertama, mengapa Desa Kasongan yang semula hanya sebagai desa penghasil gerabah dari tanah liat kini berubah menjadi sentra seni kerajinan keramik. Kedua, faktor apa saja yang berpengaruh dalam memacu semangat dan kreativitas perajin daam mengantisipasi perkembangan zaman. Ketiga, bagaimana sanggar-sanggar seni kerajinan keramik menjadi antusias menanggapi hadirnya era globalisasi sehingga bersedia dan berupaya menghadirkan produk baru yang laku diekspor ke mancanegara, dan keempat, sejak kapan sanggar-sanggar yang potensial itu menghasilkan produk yang layak ditawarkan di era global?
Itulah salah satu penelitian tentang desa Kasongan yang dilakukan oleh Timbul Raharjo dalam memperoleh gelar doktornya. Hasil-hasil temuan dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan berharga bagi para perajin dan pencipta keramik dalam mengembangkan cara-cara penciptaan, pengembangan desain, alternatif bahan baku, dan sebagainya. Semua itu bermanfaat besar bagi pengembangan industri seni kerajinan keramik secara keeluruhan. “Hal ini saya anggap penting, karena sektor industri keramik termasuk industri yang tidak hanya mampu mebuka lapangan kerja yang cukup signifikan, tetapi juga menjadi sumber devisa bagi Negara”, ujar Timbul
Berkaitan dengan perkembangan seni kerajinan keramik Kasongan yang mendunia, ini tidak terlepas dari pengaruh yang datang dari luar maupun dalam. “Di desa kasongan terdapat beberapa perajin kreatif, mereka inilah yang menhadirkan produk keramik bentuk baru yang menyesuaikan pasar internasional”, jelas Timbul.
Ada hubungan signifikan antara era global dengan seni kerajinan keramik Kasongan. Era global memberikan pengaruh terhadap keberadaan seni kerajinan keramik, sehingga desa Kasongan yang semula hanya dikenal sebagai wilayah penghasil gerabah untuk keperluan rumah tangga, mampu eksis di mancanegara.
Dari paparan diatas dapat disimpulakan bahwa pertama sentra industri keramik Kasongan yang maju memiliki latar belakang historis. Metode penggarapnnya dari sederhana menuju perubahan yang lebih baik. Kedua adalah terjadi interaksi di antara para perajin dan mudah menerima perubahan dari dunia luar dalam membntuk pola penggarapan yang berwujud material berupa seni keramik. Ketiga adanya tokoh sebagai pemicu terjadinya perubahan baru sebagai tokoh pembaharu. Keempat adalah tampilan desain produknya mengikuti perubahan zaman trend desain yang berkembang di pasar yang dituju. Dan kelima adalah orientasi awal produk keramik sebagai benda cenderamata kemudian berkembang menjadi bisnis seni kerajinan bersekala regional, nasional dan internasional.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Timbul Raharjo ini, hasilnya sudah diterbitkan dalam dua buah buku , yaitu buku pertama berjudul “Historitas Desa Gerabah Kasongan” (2009, 176 hal), dan buku kedua berjudul “Globalisasi Seni Kerajinan Keramik Kasongan” (2010, 260 hal). Satu buku lagi yang ditulis Timbul berjudul Bisnis Seni Kerajinan Bikin Londho Keranjinagan (2009, 210 hal) “Saya berharap buku tersebut dapat menambah bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya,” ujar Timbul Raharjo. (Wagu F.)
Timbul pertanyaan, pertama, mengapa Desa Kasongan yang semula hanya sebagai desa penghasil gerabah dari tanah liat kini berubah menjadi sentra seni kerajinan keramik. Kedua, faktor apa saja yang berpengaruh dalam memacu semangat dan kreativitas perajin daam mengantisipasi perkembangan zaman. Ketiga, bagaimana sanggar-sanggar seni kerajinan keramik menjadi antusias menanggapi hadirnya era globalisasi sehingga bersedia dan berupaya menghadirkan produk baru yang laku diekspor ke mancanegara, dan keempat, sejak kapan sanggar-sanggar yang potensial itu menghasilkan produk yang layak ditawarkan di era global?
Itulah salah satu penelitian tentang desa Kasongan yang dilakukan oleh Timbul Raharjo dalam memperoleh gelar doktornya. Hasil-hasil temuan dari penelitian ini diharapkan menjadi masukan berharga bagi para perajin dan pencipta keramik dalam mengembangkan cara-cara penciptaan, pengembangan desain, alternatif bahan baku, dan sebagainya. Semua itu bermanfaat besar bagi pengembangan industri seni kerajinan keramik secara keeluruhan. “Hal ini saya anggap penting, karena sektor industri keramik termasuk industri yang tidak hanya mampu mebuka lapangan kerja yang cukup signifikan, tetapi juga menjadi sumber devisa bagi Negara”, ujar Timbul
Berkaitan dengan perkembangan seni kerajinan keramik Kasongan yang mendunia, ini tidak terlepas dari pengaruh yang datang dari luar maupun dalam. “Di desa kasongan terdapat beberapa perajin kreatif, mereka inilah yang menhadirkan produk keramik bentuk baru yang menyesuaikan pasar internasional”, jelas Timbul.
Ada hubungan signifikan antara era global dengan seni kerajinan keramik Kasongan. Era global memberikan pengaruh terhadap keberadaan seni kerajinan keramik, sehingga desa Kasongan yang semula hanya dikenal sebagai wilayah penghasil gerabah untuk keperluan rumah tangga, mampu eksis di mancanegara.
Dari paparan diatas dapat disimpulakan bahwa pertama sentra industri keramik Kasongan yang maju memiliki latar belakang historis. Metode penggarapnnya dari sederhana menuju perubahan yang lebih baik. Kedua adalah terjadi interaksi di antara para perajin dan mudah menerima perubahan dari dunia luar dalam membntuk pola penggarapan yang berwujud material berupa seni keramik. Ketiga adanya tokoh sebagai pemicu terjadinya perubahan baru sebagai tokoh pembaharu. Keempat adalah tampilan desain produknya mengikuti perubahan zaman trend desain yang berkembang di pasar yang dituju. Dan kelima adalah orientasi awal produk keramik sebagai benda cenderamata kemudian berkembang menjadi bisnis seni kerajinan bersekala regional, nasional dan internasional.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Timbul Raharjo ini, hasilnya sudah diterbitkan dalam dua buah buku , yaitu buku pertama berjudul “Historitas Desa Gerabah Kasongan” (2009, 176 hal), dan buku kedua berjudul “Globalisasi Seni Kerajinan Keramik Kasongan” (2010, 260 hal). Satu buku lagi yang ditulis Timbul berjudul Bisnis Seni Kerajinan Bikin Londho Keranjinagan (2009, 210 hal) “Saya berharap buku tersebut dapat menambah bahan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya,” ujar Timbul Raharjo. (Wagu F.)
Sudah Saatnya Pameran Furniture & Handicraft Digelar di Yogyakarta, Bukan Jakarta.
Jumat 1 Januari 2016 lalu, seperti biasa ketika berkunjung Yogyakarta kami selalu mencoba menyempat ngobrol dengan "kakak" saya dari Kasongan, Mas Timbul Raharjo. Kam memang telah saling kenal sudah lama sejak saya berkecimpung dalam ekspor furniture dan handicraft dan hubungan itu masih terjaga sampai saat ini.
Waktu ngobrol kami memang tidak lama, tetapi cukup untuk bertemu kangen dengan beliau, dan kami sempat ngobrol tentang rencana mengusung pameran furniture dan handicraft sekelas IFFINA di Yogykarta untuk mendekatkan lokasinya dengan Jawa Tengah dan Yogyakarta. Yogya memiliki venue yang memadai seperti JEC dan dukungan brand kota wisata yang kuat.
Yang perlu kami lakukan adalah mendapatkan dukungan dari Asmindo Jawa Tengah, karena Asmindo Yogyakarta sudah menyatakan dukungannya.
Kami merasa yakin bahwa JIFFINA akan sukses digelar di Yogkarta dengan beban biaya yang ditanggung para exhibitor menjadi lebih ringan, bahkan infrastruktur pun sudah siap.
Demikian obrolan saya dengan Sang Maestro, yang saat ini menjadi pengurus Asmindo untuk Jawa dan Bali.
Foto Bersama Sang Maestro, Mas Timbul Raharjo |
Produk Handicraft di Outlet Timbul Keramik |
Kreativitas Yang Membuat Timbul Keramik Bertahan |
Sudah Saatnya Gerabah Tampil Modern dan Mewah |
Selalu Berkreasi dan Berinovasi Mencipta Produk Handicraft |
Mendekatkan lokasi pameran dengan lokasi produksi di Jawa Tengah dan Yogyakarta memberikan banyak kemudahan bagi buyer untuk langsung meninjau lokasi produksi dengan lebih cepat dan lebih murah. Yang terpenting adalah beban biaya pameran dari para exhibitor Jawa Tengah dan Yogyakarta menjadi jauh lebih murah.
Dalam kesempatan ini saya juga melihat kreasi dan inovasi baru Mas Timbul Raharjo di kedua outletnya di Kasongan. Selalu ada kreasi baru dan inovatif, itulah yang saya tangkap dari setiap kali saya datang ke Kasongan. Inilah kunci sukses Timbul Keramik bisa bertahan dari persaingan.
Komentar
Posting Komentar