Customer Satisfaction |
Sudah pasti jika ditanya kepada UMKM, mana lebih penting antara teori dan praktek ? Pasti jawabannya adalah : PRAKTEK ! Padahal praktek sendiri merupakan implementasi dari teori yang telah teruji, jadi seharusnya tidak akan ada best practise jika tidak ada pembahasan (teori) sebelumnya.
Tidak ada salahnya ketika kita belajar, kita juga tahu dasar teorinya, agar kita benar-benar paham apa yang sedang dan akan kita lakukan. Meskipun agak membosankan bagi teman-teman UMKM, tapi perlu sedikit meluangkan waktu untuk mengetahui teori di bawah ini, tetapi setelah itu kami akan gelar bagaimana prakteknya.
Model Kepuasan Pelanggan
Sekarang ini teori dan model kepuasan
sangatlah beraneka macam, dan juga pada saat ini masih terus berkembang
sehingga belum ada kesepakatan mengenai model dan teori yang paling
efektif. Teori dan model ini akan memudahkan kita untuk membaca tingkat
kepuasan pelanggan
Walaupun masih belum ada kesepakatan mengenai
model dan teori yang paling efektif namun setiap perusahaan telah
menggunakan model dan teori yang dianggap paling baik. Adapun beberapa
konsep atau model yang banyak dijumpai atau digunakan (Pawwitra, 1993),
yaitu :
1. Teori Ekonomi Mikro
Dalam teori ekonomi,
dasar yang akan digunakan oleh seorang konsumen dalam melakukan alokasi
sumber daya langka adalah dimana perbandingan antara kegunaan marginal
dan harga masing-masing produk akan menjadi sama.
Dalam pasar yang tidak terdiferensi, semua konsumen
akan membayar harga yang sama, dan individu yang bersedia membayar
lebih tinggi atau mahal akan mendapatkan manfaat subjektif yang disebut
surplus konsumen.
Surplus konsumen
pada dasarnya adalah perbedaan kepuasan yang diperoleh konsumen saat
mengkonsumsi atau menggunakan barang tersebut dengan harga atau
pembayaran yang harus dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut. Maka
dapat disimpulkan bahwa semakin besar surplus konsumen maka semakin
besar pula kepuasan konsumen begitu pula dengan sebaliknya.
Namun
masih terdapat perbedaan mendasar antara konsep surplus konsumen dengan
kepuasan pelanggan, karena konsep surplus konsumen hanya
mempertimbangkan kuantitas dan harga, tanpa mempertimbangkan beberapa aspek seperti kualitas, pelayanan, kemasan dan lain-lain dari produk atau jasa yang dikonsumsi pelanggan.
Dengan
beberapa pertimbangan tersebut konsep surplus konsumen dalam teori
mikro masih belum dapat dikatakan sebagai konsep kepuasan pelanggan.
2. Perspektif Psikologi dari Kepuasan Pelanggan
Adapun dalam perspektif psikologi masih terdapat dua model kepuasan pelanggan, yaitu :
a. Model kognitif
Penilaian
dari model ini didasarkan pada penilaian pelanggan terhadap perbedaan
antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang dipandang ideal untuk
individu dan persepsinya tentang kombinasi dari atribut yang sebenarnya.
Jadi
dapat ditarik kesimpulan bahwa model kognitif ini indeks kepuasan
pelanggan diukur dengan perbedaan antara yang ingin diwujudkan oleh
pelanggan dalam membeli suatu produk yang berupa barang atau jasa dan
apa yang sesungguhnya ditawarkan oleh pelanggan.
Dalam model ini kepuasan pelanggan dapat dicapai dengan dua cara utama. Pertama, mengubah penawaran perusahaan sesuai dengan ideal. Kedua,
meyakinkan yang pelanggan atau konsumen bahwa yang ideal itu belum
tentu sesuai dengan kenyataan. Adapun dalam model kognitif ini sering
dijumpai model, yaitu :
- The Expectancy Disconfirmation Model
Berdasarkan model ini, kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh 2 variabel kognitif, yakni prepurchase expectations) adalah keyakinan kinerja yang diantisipasi dari suatu produk atau jasa dan disconfirmation adalah perbedaan antara harapan sebelum membeli dan setelah membeli. Ada tiga penilaian dalam model ini, pertama kinerja produk melebihi yang diharapkan, kedua kinerja produk sama dengan harapan kita, ketiga kinerja produk lebih jelek atau rendah dari yang diharapakan.
- Equity Theory
Dalam teori ini kepuasan seseorang diukur dengan rasio hasil yang diperolehnya dibandingkan dengan input yang digunakan, dirasakan fair atau adil. Atau dapat dikatakan bahwa orang akan merasa puas apabila manfaat terhadap produknya sama dengan manfaat yang diperoleh oleh orang lain.
- Attribution Theory
Dalam teori ini terdapat 3 penyebab yang akan membuat keberhasilan atau kegagalan suatu hasil, sehingga dapat dikatakan suatu pembelian itu memuaskan atau tidak. Ketiga penyebab itu adalah :
- Stabilitas
- Locus of casuality
- controllability
b. Model Afektif
Model
afektif ini menyatakan bahwa penilaian pelanggan atau konsumen terhadap
barang atau jasa tidak semata-mata didasarkan perhitungan rasional,
namun juga berdasarkan kebutuhan subjektif, aspirasi dan pengalaman.
Fokus
dari model afektif ini di titik beratkan pada tingkat aspirasi,
perilaku belajar, emosi, perasaan spesifik, suasana hati. Terdapatnya
fokus ini bertujuan untuk dapat menjelaskan dan mengukur tingkat
kepuasan dalam suatu kurun waktu.
3. Konsep Kepuasan Pelanggan dari Perspektif TQM
Total Quality Management (TQM) merupakan suatu usaha atau pendekatan dalam menjalankan bisnis
yang mencoba untuk memaksimalkan daya saing perusahaan melalui
perbaikan yang terus menerus atas produk, jasa, sdm, proses dan
lingkungannya.
Dalam TQM ini peningkatan kualitas merupakan
strategi dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan
seluruh anggota perusahaan. Dasar utama dari pendekatan TQM ini adalah
kualitas dari organisasi ditentukan oleh para pelanggan.
Nah itu tadi beberapa konsep atau model kepuasan pelanggan yang dapat diterapkan.
Praktek Bagaimana Memuaskan Pelanggan
Jadi yang menjadi krusial adalah apa yang diharapkan oleh pelanggan anda ? Dan bagaimana mengetahui dan mengukurnya ?
Ketika obyek yang menjadi tujuan kepuasan pelanggan adalah barang atau layanan, maka kami semaksimal mungkin bisa memberikan sebuah "daftar" atau check list apa yang diinginkan oleh pelanggan dan apa yang bisa kami lakukan untuk pelanggan. Kedua hal tersebut harus dalam keadaan seimbang, karena jika tidak seimbang pastilah salah satu pihak akan dirugikan.
Sebanyak apa yang bisa kita lakukan untuk memenuhi keinginan pelanggan adalah upaya kita dalam memenuhi kepuasan pelanggan. Dan poin yang selalu menjadi fokus adalah perbandingan antara kualitas dengan harga. Yang paling ideal adalah kualitas maksimal dan harga minimal, tetapi pasti hal itu akan merugikan produsen oleh sebab itu produsen perlu memiliki kemampuan komunikasi dan negosiasi yang bisa menjembati keinginan untuk seimbang.
Mudahnya adalah bagaimana kita bisa memiliki produk yang berkualitas atau memenuhi kaidah kualitas tertentu dengan harga yang terbaik karena kita telah mampu melakukan upaya-upaya efisiensi yang perlu.
Perlu kita sadari bahwa banyak pelaku UMKM merasa bahwa harga produknya telah minimal, sementara mereka sendiri pun belum pernah melakukan suatu upaya efesiensi baik dalam hal perolehan bahan baku, proses dan teknologi produksi dan metode pemasarannya.
Ya, inilah bagaimana upaya kita meningkatkan daya saing produk kita yaitu dengan meningkatkan daya saing produk dalam kualitas dan daya saing harga jualnya.
Pada prakteknya, ketika kualitas produk kita sudah memenuhi standard tertentu, maka komunikasi yang "jujur" atau apa adanya adalah kata kunci yang akan membangun kepercayaan pelanggan disamping memudahkan produsen memenuhi keinginan pelanggan karena sesuatu yang dijanjikan kepada pelanggan adalah "sangat mungkin" dilakukan. Seringkali yang membuat pelanggan kecewa adalah karena kita meleset dalam kualitas dan waktu delivery. Kedua hal ini sering datang secara bertentangan, dan sering menjadi dilema dalam proses pemenuhan pesanan.
Kejujuran pada awal komunikasi adalah modal besar dalam memahamkan pelanggan akan kondisi usaha produsen, dan komunikasi yang aktif memberikan keyakinan pelanggan akan kesungguhan kita dalam menjaga komitmen.
Semoga sharing ini bermanfaat bagi teman-teman pelaku UMKM di Jawa Tengah.
Komentar
Posting Komentar