Sebagai negara penghubung perdagangan ke kawasan Timur Tengah, Afrika
dan Eropa, Uni Emirat Arab (UEA) merupakan pasar yang menjanjikan bagi
Indonesia.
UEA memiliki keterbatasan sumber daya alam sehingga
banyak mengimpor produk-produk pertanian dari negara lain, khususnya
rempah–rempah.
Kemajuan perekonomian UEA yang pesat menyebabkan
populasi penduduk meningkat signifikan. Hal ini berpengaruh terhadap
kebutuhan akan rempah-rempah, baik untuk rumah tangga maupun restoran.
Sepanjang periode 2009–2013, tren permintaan terhadap produk ini
tercatat sekitar 8,3%.
Di sisi lain, Indonesia adalah salah satu
negara penghasil rempah-rempah. Indonesia merupakan negara pengekspor
produk rempah-rempah ke-4 terbesar di dunia, dengan tren ekspor 12,6%
dalam periode 2009–2013. Nilai ekspor produk tersebut ke UEA sepanjang
2013 mencapai US$617.000.
Permintaan UEA akan produk ini dari
Indonesia tumbuh 8,41% selama lima tahun terakhir. Ada lima jenis
produk rempah-rempah yang diekspor Indonesia ke UEA, yaitu lada (HS
0904), kayu manis (HS 0906), cengkeh (HS 0907), pala (HS 0908), dan jahe
(HS 0910).
Produk yang paling banyak diminati di pasar UEA adalah
jahe dan kunyit. Sekitar 28,58% total permintaan rempah-rempah UEA
merupakan jenis ini.
Adapun, lima negara utama pemasok
rempah-rempah ke pasar UEA yakni India, Singapura, China, Guatemala, dan
Tanzania. Indonesia berada diperingkat ke-9.
PELUANG & STRATEGI
Rempah-rempah
UEA tidak hanya digunakan untuk bumbu kari tetapi juga sebagai bahan
baku obat. Salah satunyacengkeh, yang digunakan untuk masakan dan median
bagi perawatan pascamelahirkan.
Kunyit, jahe, kapulaga, dan lada
hitam merupakan produk yang paling banyak diminta di negara itu.
Permintaan terhadap komoditas itu terus mengalami pertumbuhan setiap
tahunnya. China dan India menguasai pangsa pasar terbesar untuk produk
tersebut.
Menarik disimak untuk komoditas lada hitam. Pemasok lada
hitam terbesar di pasar UEA adalah Singapura. Negeri Singa tercatat
melakukan re-ekspor lada hitam hingga US$123 juta atau ± 90% dari total
yang diimpor UEA.
Dari
total nilai impor lada hitam Singapura sepanjang 2013 itu, Indonesia
memasok sekitar 32%. Kondisi ini mengindikasikan bahwa peluang ekspor
langsung produk rempah-rempah asal Indonesia sebetulnya masih sangat
terbuka luas.
Partisipasi baik dalam pameran tahunan seperti Gulf
Food serta proaktif menghubungi perwakilan perdagangan Indonesia di UEA
untuk meminta informasi terkait komoditas rempah ini, maupun bantuan
kerjasama dengan pihak UEA, dapat dijadikan salah satu cara mendorong
pembukaan pasar bagi pelaku produk ini.
Untuk rempah-rempah,
seperti diketahui, Pemerintah UEA menetapkan bea masuk sebesar
5%.Sebagai bagian dari perlindungan pasar di negaranya, produk
rempah-rempah yang masuk ke negara itu diwajibkan mencantumkan nama
produk, negara, kuantitas, suhu penyimpanan, tanggal produksi dan
tanggal kedaluwarsa dalam dua bahasa yaitu Inggris dan Arab.
Pada
2014,melalui perwakilan perdagangan di UEA, Pemerintah Indonesia juga
menerima pesanan dari pasar di negara itu untuk produk ban, sabun, kopi,
perhiasan, teh, dan lainnya; selain produk rempah–rempah.
Sumber: Bisnis.Com
Komentar
Posting Komentar