Merdeka.com - Kementerian Perindustrian dan Yayasan Batik
Indonesia (YBI) melakukan sertifikasi produk batik asli Nusantara. Label
dengan nama Batik Mark itu diklaim dapat memperkuat merek dagang batik
nasional dari serbuan batik tiruan asal China.
Pelaksana teknis sertifikasi itu adalah Balai Besar Kerajinan dan
Batik (BBKB) Kemenperin di Yogyakarta. Kepala BBKB Zulmalizar
menyatakan, antusiasme produsen batik sangat besar mengurus sertifikasi
itu.
"Sejauh ini jumlah yang mengurus Batik Mark sudah 106 industri,
sekarang sedang ada tambahan industri yang masih dalam proses," ujarnya
di Gedung Kemenperin, Jakarta, Selasa (23/4).
Zulmalizar mengatakan syarat utama produsen yang ingin mendapat
sertifikasi itu adalah membayar biaya pengujian produk Rp 1,7 juta.
Nantinya, jika lolos uji, maka pengrajin mendapat cap khusus dan
sertifikat yang dapat dipajang di toko atau etalase.
"Dari industri mengajukan pada Balai Besar, kemudian kita mengambil
sample hasil batiknya untuk melakukan pengujian di dalam lab mengenai
kelunturan, ketahanan warnanya, kerutnya. Biaya Rp 1,7 juta itu sudah
standar ditetapkan pemerintah," ungkapnya.
Akan ada tiga klasifikasi Batik Mark. Klasifikasi pertama adalah
'emas' untuk batik murni tulis, 'perak' untuk yang cap, dan 'putih'
untuk batik biasa atau campuran.
BBKB selain mengeluarkan sertifikat, juga mengawasi pasar untuk
memantau apakah Batik Mark ditiru oleh produsen nakal. Namun, dari
pengamatan sementara, pelaku usaha lokal tidak melakukan sertifikasi
jujur dan tidak memalsukan batik mark.
Saat ini, mayoritas produsen yang mengurus Batik Mark berasal dari
Pulau Jawa. "Tapi ada juga dari Riau dan Papua," ungkap Zulmalizar.
Hal serupa disampaikan Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah
Kemenperin Euis Saedah yang menyatakan Batik Mark sulit dipalsukan.
Selain karena ada proses pembuktian, produsen yang memakai Batik Mark
adalah merek batik menengah dan premium. Sehingga konsumen yang disasar
memang kelas menengah.
"Kita kembalikan pada konsumen akan pilih pakai mark atau yang tidak
pakai mark. Indonesia kelas menengahnya bertambah. Mereka ingin pakai
sesuatu yang ada nilainya. Akan jadi kebanggaan bila harganya lebih
mahal, tidak akan belanja yang tidak jelas inilah alasan kita punya
batik mark. Bisa dikatakan batik berkelas," papar Euis.
Dari catatan Kemenperin ekspor batik pada 2012 sebesar Rp 4 triliun.
Pada 2011, jumlah unit usaha batik selama lima tahun terakhir tercatat
sebanyak 39.600 unit di seluruh Tanah Air, menyerap 165.000 tenaga
kerja. [rin]
Komentar
Posting Komentar