Kenali karakter generasi millenial jika strategi pemasaran anda ingin berhasil. |
Beberapa pertanyaan dari kawan-kawan marketer sampai kepada kami tentang bagaimana membuat strategi pemasaran yang jitu di tahun-tahun mendatang, bahkan hal yang sama pun dilontarkan oleh beberapa pelaku UMKM.
Strategi pemasaran yang jitu tidak pernah terlepas dari bagaiaman kita memahami pasar dan kebutuhannya. Pergeseran perilaku pasar sudah terjadi dan pelan-pelan mulai disadari oleh pelaku bisnis, terutama oleh UMKM. Misalnya: kepraktisan dalam mobilisasi dengan adanya Gojek, Grab dan Uber.
Pemasaran sudah bergeser ke arah digital, bahkan pembiayaan pun kita sudah mengenal istilah financial technology (Fintech). Nah loh ! Baru sadar ?
Coba jawab satu pertanyaan dari saya:"Di range usia berapa sih usia produktif itu?"
Jika jawaban itu adalah usia 20 - 50 tahun, maka jika dihitung mundur (anggap saja) dari tahun 2020, maka angkatan produktif akan didominasi oleh generasi yang lahir mulai tahun 1980 sd 2000. Mereka adalah generasi millenial !
Dilahirkan di tengah era transisi dan dihadapkan pada kemajuan teknologi informasi, generasi millennial memiliki karakteristiknya sendiri. Berbeda dengan pendahulunya, generasi millennial cenderung mementingkan kecepatan, kepraktisan, dan fleksibilitas. Hal inilah yang seringkali lupa dipertimbangkan saat merencanakan segmen pasar yang dirangkul oleh sebuah merek.
Matt Britton, penulis dari buku YouthNation: Building Remarkable Brands in a Youth-Driven Culture, berpendapat bahwa diperlukan pendekatan yang berbeda dalam menghadapi generasi muda millennial yang lahir pasca tahun 1980 hingga tahun 2000. Dalam buku yang menjadi best-seller ke-8 di Los Angeles ini, Matt Britton melihat generasi millennials memiliki pengaruh besar di masa depan untuk mengubah segala aspek mulai dari politik, budaya, hingga ke bisnis.
Inilah enam karakter generasi millenial yang dipaparkan Matt Britton dalam bukunya, yang bisa menjadi insight bermanfaat bagi Anda:
1. Jangan Beriklan
Menjadi generasi yang memiliki banyak alternatif, iklan televisi atau media cetak menjadi pilihan yang sebaiknya dihindari untuk merangkul pasar millennial. “Generasi millennial justru sudah mulai menggunakan alternatif media-media yang menghindarkan mereka dari iklan,” ujar Britton. Banyak dari mereka yang sudah menggunakan Netflix dan Hulu, yang tidak mengganggu mereka dengan iklan. Dengan ini, sudah bisa dilihat bahwa iklan bukanlah media yang efektif dalam merangkul pasar ini
2. Pengalaman Bernilai Sangat Tinggi
Dengan hadirnya Instagram, semakin naik pula hasrat generasi millennial untuk membagi pengalaman mereka melalui foto, bahkan dengan cara real-time. Instagram memberikan peluang bagi mereka untuk mengubah kegiatan sehari-hari menjadi foto yang bisa diapresiasi. Aplikasi ini juga memberikan mereka kesempatan untuk merasakan pengalaman sebagai fotografer atau seniman. Hal ini menjadikan sharing pengalaman begitu diapresiasi. Dengan ini pula, sebuah merek seharusnya fokus pada pemberian pengalaman, bukan mencekoki generasi ini dengan janji.
3. Personifikasikan Merek Anda
Sosok juga bisa membangun personal brand-nya masing-masing. Inilah mengapa sebuah merek harus terlihat otentik dan dekat dengan pasarnya. Pentingnya membentuk personal brand membuat manajer merek manapun tidak akan lagi mengkomunikasikan mereknya melalui iklan di billboard. Media sosial menjadi jalur untuk personifikasi. Penampilan, nada, dan rasa dari suatu merek menjadi krusial saat Anda ingin merek Anda diikuti di media sosial sebagaimana para selebriti terkenal.
4. FOMO (Fear Of Missing Out)
Fear of Missing Out menjadi suatu perasaan yang mengakar di benak generasi millennial. Dengan merebaknya informasi dan mudahnya interaksi, mereka takut ketinggalan berita, informasi, atau sekadar update mengenai apa yang sedang menjadi tren. Bukan hanya itu, mereka juga memiliki hasrat untuk menciptakan tren. Mereka tidak mau ketinggalan. Mereka ingin orang-orang mengikuti apa yang mereka lakukan. Inilah mengapa mereka secara konstan mencari tempat-tempat makan baru, berlibur ke sudut-sudut negeri yang eksotik, atau sekadar melakukan hal yang dianggap edgy atau melawan tren.
5. Generasi Bayar di Tempat
Dilihat sebagai hal yang melibatkan terlalu banyak komitmen, keanggotaan dengan periode terlalu panjang membuat generasi millennial ragu untuk menjatuhkan pilihan. Sesuatu yang mengikat, seperti langganan atau keanggotaan yang melibatkan banyak waktu akan membuat generasi millennial berpikir dua kali. Generasi ini suka dengan cara yang fleksibel yang mana mereka bisa membayar hanya pada saat mereka membeli suatu produk atau menggunakan suatu fasilitas. Fleksibilitas dinilai lebih menggoda karena membebaskan generasi ini dari serangkaian komitmen yang tidak diperlukan.
6. Mentalitas Free-Agency
Seiring dengan makin banyaknya angkatan usia produktif di antara generasi millennial dengan literasi teknologi yang tinggi, generasi ini semakin terlihat bergerak ke arah self-employment atau pekerjaan yang memberikan mereka lebih banyak ruang untuk kebebasan individu. Alih-alih memberikan mereka pekerjaan yang mengikat, pemilik perusahaan hendaknya mengerti hal ini, dan memberikan mereka jenis-jenis pekerjaan fleksibel yang meningkatkan produktivitas.
Matt Britton, penulis dari buku YouthNation: Building Remarkable Brands in a Youth-Driven Culture, berpendapat bahwa diperlukan pendekatan yang berbeda dalam menghadapi generasi muda millennial yang lahir pasca tahun 1980 hingga tahun 2000. Dalam buku yang menjadi best-seller ke-8 di Los Angeles ini, Matt Britton melihat generasi millennials memiliki pengaruh besar di masa depan untuk mengubah segala aspek mulai dari politik, budaya, hingga ke bisnis.
Inilah enam karakter generasi millenial yang dipaparkan Matt Britton dalam bukunya, yang bisa menjadi insight bermanfaat bagi Anda:
1. Jangan Beriklan
Menjadi generasi yang memiliki banyak alternatif, iklan televisi atau media cetak menjadi pilihan yang sebaiknya dihindari untuk merangkul pasar millennial. “Generasi millennial justru sudah mulai menggunakan alternatif media-media yang menghindarkan mereka dari iklan,” ujar Britton. Banyak dari mereka yang sudah menggunakan Netflix dan Hulu, yang tidak mengganggu mereka dengan iklan. Dengan ini, sudah bisa dilihat bahwa iklan bukanlah media yang efektif dalam merangkul pasar ini
2. Pengalaman Bernilai Sangat Tinggi
Dengan hadirnya Instagram, semakin naik pula hasrat generasi millennial untuk membagi pengalaman mereka melalui foto, bahkan dengan cara real-time. Instagram memberikan peluang bagi mereka untuk mengubah kegiatan sehari-hari menjadi foto yang bisa diapresiasi. Aplikasi ini juga memberikan mereka kesempatan untuk merasakan pengalaman sebagai fotografer atau seniman. Hal ini menjadikan sharing pengalaman begitu diapresiasi. Dengan ini pula, sebuah merek seharusnya fokus pada pemberian pengalaman, bukan mencekoki generasi ini dengan janji.
3. Personifikasikan Merek Anda
Sosok juga bisa membangun personal brand-nya masing-masing. Inilah mengapa sebuah merek harus terlihat otentik dan dekat dengan pasarnya. Pentingnya membentuk personal brand membuat manajer merek manapun tidak akan lagi mengkomunikasikan mereknya melalui iklan di billboard. Media sosial menjadi jalur untuk personifikasi. Penampilan, nada, dan rasa dari suatu merek menjadi krusial saat Anda ingin merek Anda diikuti di media sosial sebagaimana para selebriti terkenal.
4. FOMO (Fear Of Missing Out)
Fear of Missing Out menjadi suatu perasaan yang mengakar di benak generasi millennial. Dengan merebaknya informasi dan mudahnya interaksi, mereka takut ketinggalan berita, informasi, atau sekadar update mengenai apa yang sedang menjadi tren. Bukan hanya itu, mereka juga memiliki hasrat untuk menciptakan tren. Mereka tidak mau ketinggalan. Mereka ingin orang-orang mengikuti apa yang mereka lakukan. Inilah mengapa mereka secara konstan mencari tempat-tempat makan baru, berlibur ke sudut-sudut negeri yang eksotik, atau sekadar melakukan hal yang dianggap edgy atau melawan tren.
5. Generasi Bayar di Tempat
Dilihat sebagai hal yang melibatkan terlalu banyak komitmen, keanggotaan dengan periode terlalu panjang membuat generasi millennial ragu untuk menjatuhkan pilihan. Sesuatu yang mengikat, seperti langganan atau keanggotaan yang melibatkan banyak waktu akan membuat generasi millennial berpikir dua kali. Generasi ini suka dengan cara yang fleksibel yang mana mereka bisa membayar hanya pada saat mereka membeli suatu produk atau menggunakan suatu fasilitas. Fleksibilitas dinilai lebih menggoda karena membebaskan generasi ini dari serangkaian komitmen yang tidak diperlukan.
6. Mentalitas Free-Agency
Seiring dengan makin banyaknya angkatan usia produktif di antara generasi millennial dengan literasi teknologi yang tinggi, generasi ini semakin terlihat bergerak ke arah self-employment atau pekerjaan yang memberikan mereka lebih banyak ruang untuk kebebasan individu. Alih-alih memberikan mereka pekerjaan yang mengikat, pemilik perusahaan hendaknya mengerti hal ini, dan memberikan mereka jenis-jenis pekerjaan fleksibel yang meningkatkan produktivitas.
Setelah melihat tulisan ini kami berharap teman-teman pelaku usaha, pelaku UMKM utamanya sudah bisa mulai menata diri dalam memperbaiki stategi pemasarannya. Semoga berhasil.
Komentar
Posting Komentar