Kuliner Indonesia membuat Indonesia Kaya Rasa |
Sepertinya "Indonesia Kaya Rasa" bisa jadi slogan untuk produk pangan Indonesia. Kekayaan ini sudah diketahui oleh para penjajah jaman dahulu, sehingga mereka berebut mencari rempah-rempah di Indonesia. Dan sampai saat ini pun Indonesia masih menyimpan kekayaan tersebut, tinggal bagaimana mengekplorasinya secara bijaksana.
Banyangkan saja jika setiap suku memiliki puluhan hingga ratusan resep khas-nya maka ada berapa ribu atau juta resep yang dimiliki oleh Indonesia? Sejuta rasa itu berasal dari racikan rempah yang berbeda-beda yang menghasilkan variasi yang berjuta-juta. Hebatnya Indonesia !
Cerita lebay di atas hanya sekedar untuk mengingatkan kepada para pelaku UMKM Indonesia untuk lebih kreatif memanfaatkan sumber daya alam asli Indonesia menjadi produk yang berpotensi ekspor. Yang mereka cari adalah rasa asli Indonesia, yang telah kita kemas secara praktis dalam wujud bumbu-bumbu racik instan.
Saya lebih cenderung memilih produk dari teman-teman UMKM daripada produk Industri, karena lebih alami dan lebih asli. Kualitas dan cita rasa memang selalu saya ingatkan kepada teman-teman UMKM, karena ini adalah pondasi yang kuat untuk bertahan di bisnis ini sebelum mereka berpikir mengenai legalitas, kemasan, kapasitas dan kontinuitas.
Salah satu binaan kami adalah Liz Kitchen yang merupakan produsen produk berkategori bumbu ini. UMKM ini berlokasi di Pucang Gading sehingga masih termasuk wilayah Kabupaten Demak. Saya masih ingat benar ketika 2-3 tahun lalu masih memulai usaha ini, dan karena ketekunan dan kegigihannya mampu menghasilkan produk bumbu instan alami yang menjadi support dari produk kuliner.
Ebi Bubuk - Liz Kitchen |
Sambal Kacang Cocol Seduh - Liz Kitchen |
Kaldu Jamur - Liz Kitchen |
Kaldu Jamur - Liz Kitchen |
Sambal Kacan Tabur - Liz Kitchen |
Bukan produk makanan jadi, yang menurut saya akan mendikte lidah konsumen dengan makanan tersebut melainkan bumbu racik yang perlu dipikirkan untuk lebih praktis dan mudah disimpan. Dengan berhenti di bumbu, maka konsumen masih bisa memenuhi ego-mya untuk memasak sendiri dan bereksplorasi sendiri dengan kreativitasnya.
Mereka bisa meracik dan meramu sendiri bumbu-bumbu instan yang telah disediakan, sehingga "kepuasan" masih akan tetap di hati konsumen, bukan produsen.
Liz Kithcen dan rekan-rekan UMKM dari Kota Semarang |
Ketika Liz Kitchen hadir dengan kemasan baru, seperti di atas, saya sendiri sempat kaget melihat progress yang dicapainya. Belum lagi kemampuannya dalam promosi di Social Media dengan foto-foto produk yang "seharusnya" demikian juga mendapatkan perhatian saya. Adakah UMKM lain yang mau berjuang untuk level tersebut?
Bukan masalah sudah berapa banyak penjualan yang dicapai, melainkan sudah sejauh mana upaya untuk melakukan pemasaran yang telah dilakukan? Hal ini akan memberikan pembelajaran tersendiri bagi mereka, karena akselerasi progress adalah tugas mereka sendiri sebagai produsen dan kami hanya memberikan bekal dan motivasi.
Jika sudah begini produknya, masa konsumen akan memalingkan muka dari produk ini ketika hadir di hadapannya?
Komentar
Posting Komentar