Disrupsi & Hubungan Ketenagakerjaan. |
Diskusi akan selalu menarik buat saya ketika bisa menghadirkan para pakarnya, meskipun diskusi ini hanya melibatkan 2-3 orang saja. Selasa ini saya mendapatkan kesempatan menarik terkait ketenagakerjaan karena diajak berdiskusi oleh Bu Fitrie Ariantid, CEO dari UCCP atau dikenal sebagai Diponegora Human Development Center dan Mas Dr. Bima Hermastho, CEO dari Freemind Consulting Solo yang merupakan pakar assessment dan sertifikasi HR.
Acara diskusi santai ini berlangsung di Pizza Hut Setiabudi Semarang sambil sarapan dan ngopi bareng di restoran fast food ini. Kedua sahabat ini bukan orang baru bagi saya karena saya mengenalnya lebih dari 12 tahun yang lalu, bahkan Mas Dr Bima Hermastho ini pernah bekerja di satu perusahaan yang sama dengan saya. Mereka berdua berkecimpung dalam bidang Human Resources Development, sebuah bidang yang sebenarnya di luar bidang keahlian saya. Namun ilmu baru selalu menarik, apalagi ketika Mas Bima membuka diskusi mengenai HR di masa revolusi industri 4.2 atau di masa disrupsi.
Berbagai perguruan tinggi negeri utama di Indonesia telah "support" untuk menyediakan human resources yang siap menghadapi era disrupsi ini, salah satunya adalah Universitas Diponegoro yang pernah menjadi almamater kami. Oleh sebab itu ketika Bu Fitrie mengajak diskusi untuk program Human Development Center, maka kami berdua sangat antusias karena tantangan HR ke depan sangat luar biasa sehingga setidaknya pemikiran kami bisa menjadi kontribusi kepada almamater kami.
Tugas dari Diponegoro Human Development Center adalah menyediakan talent profesional yang telah siap bekerja sehingga bisa memangkas biaya assessment dari perusahaan-perusahaan pengguna. Bahkan ke depan UCCP (Undip Citra Cipta Prima) atau DHDC (Diponegoro Human Development Center) akan menjadi job commerce yang akan menjadi market place tenaga kerja di masa mendatang.
Pada kesempatan diskusi ini, ada yang menarik yang dilontarkan oleh Mas Bima yaitu hubungan ketenagakerjaan di era disurpsi yang tidak berdasarkan pada pengupahan melainkan base on project. Pada akhirnya semua akan menjadi entrepreneur, karena semua tidak akan mendapatkan gaji. Beberapa perusahaan besar saat ini mulai mempertimbangkan hubungan kerja di level manajemen tidak akan menerima gaji melainkan menerima profit share berdasarkan pekerjaan yang diposisikan sebagai project.
Persaingan di era disrupsi semakin ketat, bahkan semakin samar batasan antara personal dan corporate. Setiap personal bahkan bisa menghandle sebuah pekerjaan (project) dalam sebuah perusahaan. Lihat contoh: GOJEK, GRAB dan DELIVEREE, mereka telah menerapkan hubungan kerja ini dengan nyata sebagai hubungan entrepreurship.
Hubungan ketenagakerjaan pun akan terdistrupsi di revolusi industri 4.0 dan butuh formulasi program human development yang terintegrasi yang mampu menyempitkan batas tenaga kerja dan entrepreneur. Di sinilah tantangan berat dari organisasi yang dibangun oleh Mbak Fitrie di masa mendatang, tetapi menjadi pioneer adalah sebuah keuntungan. Sukses!
Komentar
Posting Komentar